Where's my Harry Potter?

Tidak pernah saya membayangkan pergi ke bioskop dan semua studio akan menayangkan film-film Horno (Horor Porno). Seperti yang semua orang (mungkin) sudah tahu, di Indonesia sekarang ini trend yang berkembang adalah film bergenre Horno. Semacam film porno yang dikemas dalam cerita horor. Yah, memang bukan rahasia lagi.

 

Desas-desus (atau justru fakta?) yang saat ini sedang ramai dibicarakan adalah tentang wacana film impor yang akan dikenai pajak. Yak semacam aneh saat pertama kali mendenger kabar itu. Kenapa film saja sampai harus dikenai pajak? Apakah mungkin pajak yang selama ini diterima oleh negara belum cukup banyak untuk bisa dikorupsi oleh semua petugas pajak?

 

Maaf kalau kalimat saya tadi terlalu frontal.

 

Sejalan dengan isu tersebut, sejumlah berita melangsir bahwa film Hollywood, Eropa, dan bahkan Bollywood tidak akan diedarkan di Indonesia apabila wacana tersebut benar dijalankan. Alasannya? Karena bagi mereka kebijakan yang berlaku itu terlalu aneh, dan Indonesia bahkan satu-satunya negara yang menerapkan pajak untuk film impor.

 

Yang sekarang saya pikirkan adalah, apakah masih ada orang yang rela pergi ke bioskop jika film yang diputar hanya film Indonesia (yang sekarang mutunya sangat dipertanyakan)? Kenapa saya berfikir begitu? Karena film Indonesia saat ini hampir dibilang stuck dan tidak berkembang. Tidak menarik minat besar masyarakat.

 

Tidak adanya film impor menurut saya juga akan berpengaruh pada semakin sedikitnya motivasi para pembuat film untuk membuat film yang lebih bermutu karena persaingan dengan film impor sudah tidak ada lagi. Lalu mau jadi apa film Indonesia? Bioskop Indonesia? Penikmat film Indonesia? Mungkin anda fikir itu berlebihan, tapi itu yang saya fikirkan malam ini ketika menulis post ini sambil memikirkan Harry Potter VII Part II.

Comments

Popular posts from this blog

HEARTS ♡♧♢♤

:'(